Mulai dari artikel ini Anda akan mempelajari indikator teknikal. Sebelum kita mulai, perlu diketahui bahwa indikator teknikal bukanlah alat yang bisa menjadikan Anda seperti cenayang. Indikator teknikal hanya membantu Anda untuk mengenali potensi pergerakan harga.
Pertama kali Anda akan membahas
indikator teknikal yang bernama Moving Average.
Moving average (selanjutnya akan kita sebut sebagai MA) merupakan salah satu
indikator tren yang cukup populer. Indikator ini “memperhalus” pergerakan harga
dalam rentang waktu tertentu, sehingga Anda dipermudah untuk mengenali tren
atau arah pergerakan harga secara umum. Mari kita lihat gambar berikut ini.
Gambar di atas adalah grafik 1 jam-an GBP/USD. Garis berwarna merah yang ditambahkan pad grafik tersebut adalah salah satu contoh indikator moving average yang memiliki periode 50 (MA 50). Artinya, indikator tersebut mengambil data harga dari 50 candlestick terakhir, lalu menggambarkannya sebagai garis yang Anda lihat itu. Standar harga yang digunakan biasanya adalah harga penutupan (close), namun ada beberapa metode yang menggunakan harga open, high, atau low. Namun kita tidak akan membahas hal tersebut kali ini.
Kembali ke gambar di atas, Anda bisa
melihat bahwa MA bisa memperlihatkan kepada Anda tren yang sedang berlangsung.
Jika harga pada umumnya berada di bawah MA, maka tren saat itu adalah
downtrend.
Sebaliknya, jika harga secara umum
bergerak di atas MA, maka tren saat itu adalah uptrend. Dari contoh di atas
terlihat bahwa trend untuk GBP/USD pada grafik 1 jam-an (hourly) adalah turun
(downtrend). Semakin curam kemiringan MA tersebut, maka itu artinya tren yang
terjadi semakin kuat. Dengan demikian, Anda bisa lebih mudah memperkirakan
potensi arah pergerakan selanjutnya.
MA juga bisa berfungsi sebagai support
dan resistance. Istilahnya adalah support dan resistance dinamis
(dynamic support and resistance). Dinamakan demikian karena ia
bergerak sesuai dengan pergerakan harga.
Pada saat uptrend, MA berfungsi sebagai
support. Sebaliknya pada saat downtrend, MA berfungsi sebagai resistance.
Oke, mungkin Anda sudah tidak sabar
ingin segera mencicipi resep trading menggunakan MA ini. Sabar… bahkan Utut
Adianto juga belajar dasar-dasar catur dulu kok sebelum menjadi Grand Master. J
Baiklah, kita akan segera melangkah
lebih jauh lagi.
Dalam pembelajaran mengenai MA ini, Anda
hanya akan membahas dua jenis MA yang populer saja, yaitu:
1. Simple Moving Average
(SMA)
2. Exponential Moving
Average ( EMA)
Anda akan mempelajari dasar-dasarnya
dulu, baru nanti Anda akan pelajari strateginya. Oke, ini dia….
Simple Moving Average (SMA)
Simple Moving Average (SMA) ini
merupakan MA yang paling sederhana. Ya, sesuai dengan namanya: simple. Tapi
jangan remehkan kemampuan si SMA yang sederhana ini, karena dengan penggunaan
yang tepat ia pun bisa menuntun Anda untuk mengenali pergerakan harga.
Jika Anda menggunakan SMA 50 di grafik 1
jam-an, maka SMA 50 yang Anda lihat adalah hasil dari penjumlahan 50 harga
penutupan terakhir, lalu hasil penjumlahan itu dibagi lagi dengan 50. Dari
perhitungan itulah Anda bisa memperoleh nilai rata-rata dari harga penutupan
dalam 50 jam terakhir.
Sudah dapat gambarannya kan? Oke, kita
lanjutkan.
Seperti yang pernah disampaikan, pada
prakteknya Anda tidak perlu susah-susah lagi menghitung SMA ini, platform
trading yang Anda gunakan sudah menyediakan alatnya. Lho, lalu mengapa
repot-repot mempelajari perhitungannya? Tujuannya hanya agar Anda memiliki
gambaan mengenai apa sebenarnya SMA ini. Juga agar Anda memiliki dasar jika
nanti Anda ingin memodifikasi SMA ini sesuai dengan strategi Anda
nantinya.
Seperti yang telah disampaikan di awal
tadi: MA “memperhalus” pergerakan harga. Semakin besar periode yang digunakan
maka semakin “halus” pula MA yang dihasilkan. Semakin halus MA yang dihasilkan
maka akan semakin lambai ia bereaksi terhadap pergerakan harga.
Mari kita lihat perbandingan antara SMA
20 dengan SMA 50 berikut ini.
Nah, kelihatan kan? SMA 20 yang berwarna
biru memiliki liukan-liukan yang lebih agresif dibandingkan dengan SMA 50 yang
berwarna merah. Ini menunjukkan bahwa SMA 20 yang memiliki periode lebih pendek
lebih cepat bereaksi terhadap pergerakan harga, sedangkan SMA 50 cenderung
lebih lambat daripada SMA 20. SMA 50 terlihat lebih “kalem”, tidak se-“liar”
SMA 20.
Dengan mengamati kedua SMA di atas Anda
bisa melihat bahwa pasar tengah dalam keadaan trending. Kedua SMA yang Anda
lihat pada grafik di atas menggambarkan arah tren secara umum, yaitu downtrend.
Pada topik yang lebih lanjut Anda akan
mempelajari strategi penggunaan SMA ini, kelemahannya serta cara mengantisipasi
kelemahan SMA tersebut.
Exponential Moving Average (EMA)
Perhitungan EMA tidaklah sesederhana
SMA. EMA memberikan bobot yang lebih dalam perhitungan harga rata-rata dalam
rentang waktu tertentu. Efeknya adalah EMA cenderung lebih sensitif terhadap pergerakan
harga , sehingga EMA bergerak sedikit lebih agresif daripada SMA.
Gambar di atas memperlihatkan SMA dan
EMA yang diplot pada grafik yang sama. Periode yang digunakan juga sama-sama 50
namun metode perhitungannya berbeda. MA yang berwarna biru adalah EMA,
sedangkan MA yang berwarna merah adalah SMA. Anda bisa melihat bahwa EMA 50
selalu lebih dekat kepada SMA 50. Ini artinya EMA lebih merepresentasikan
pergerakan harga (price action) daripada SMA. Dengan kata lain, EMA lebih
menggambarkan apa yang terjadi di pasar saat ini.
SMA atau EMA?
Mungkin sekarang Anda akan berteriak,
“Jadi yang mana yang harus saya pakai? SMA atau EMA?” Hehe… jangan bingung ya.
EMA maupun SMA memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Kita bahas satu
per satu.
Kalau Anda adalah trader yang agresif
dan ingin menggunakan MA yang bereaksi cepat terhadap pergerakan harga, maka
EMA merupakan pilihan yang tepat. EMA bisa membantu Anda menangkap peluang
lebih cepat dibandingkan SMA. Dengan demikian profit yang bisa Anda dapatkan
tentunya akan lebih besar pula. Namun kekurangannya adalah Anda bisa saja
terjebak oleh fake signal (sinyal palsu)
yang diberikan oleh EMA.
Nah, SMA sendiri adalah kebalikan dari
EMA. SMA bereaksi lebih lamban pada pergerakan harga daripada EMA. Dengan demikian,
peluang yang diberikan pun akan lebih lambat muncul. Artinya, profit yang
dihasilkan pun akan lebih kecil. Namun kemungkinan terjebak oleh fake signal
lebih kecil.
Jadi pilih yang mana? Terserah Anda. Ya,
benar-benar terserah Anda. Anda sudah tahu kekurangan dan kelebihan
masing-masing MA. Pilih yang sesuai dengan karakter Anda.
Penggunaan Moving Average
Ingat selalu kalimat ini:
“JIKA HARGA SECARA UMUM BERGERAK DI ATAS
MA, MAKA TREN YANG BERLANGSUNG ADALAH UPTREND. SEBALIKNYA JIKA HARGA SECARA
UMUM BERGERAK DI BAWAH MA, MAKA TREN YANG BERLANGSUNG ADALAH DOWNTREND.”
Mudah kan? Inilah prinsip dasar penggunaan MA. Dengan demikian,
berhati-hatilah jika harga bergerak menembus MA (terjadi breakout), karena hal
tersebut merupakan indikasi awal (bukan kepastian)
bahwa tren akan berubah arah.
Ingat juga bahwa pada saat uptrend
strategi yang terbaik adalah Buy. Sebaliknya, pada saat downtrend strategi yang
terbaik adalah Sell.
Pada saat uptrend, MA bisa Anda
pergunakan sebagai area referensi untuk buy. Sebaliknya, pada saat downtrend,
MA bisa Anda pergunakan sebagai area referensi untuk melakukan sell. Strategi
yang biasanya diterapkan adalah bounce trading.
Mari kita cermati gambar berikut ini:
Dalam gambar di atas terlihat indikator
SMA 50 yang diplot pada grafik 1 jam-an. Terlihat bahwa harga terkoreksi dan
mendekati SMA 50 dan memantul. Dengan demikian Anda memperoleh konfirmasi bahwa
terjadi pantulan. Perlu diingat bahwa jika Anda akan melakukan buy menggunakan
MA, maka pastikan bahwa garis MA sedang menanjak (naik).
Pada strategi sell, yang dilakukan
sebenarnya hanya kebalikan dari strategi buy. Ketika harga mengalami pullback
ke area MA, yang Anda lakukan adalah menunggu konfirmasi bounce untuk melakukan sell. Perhatikan gambar di
bawah ini.
Contoh di atas juga mempergunakan SMA
50. Yang pertama kali harus Anda perhatikan adalah apakah garis SMA tersebut
sedang turun. Ketika harga mengalami pullback ke area SMA, pastikan bahwa
kemiringannya SMA tetap ke bawah (turun). Dalam gambar di atas, kita melihat
bahwa harga persis menyentuh garis SMA. Memang ada false break, namun segera
harga bergerak turun dan bergerak di bawah SMA. Keadaan ini menggambarkan bahwa
tekanan bearish lebih besar daripada bullish. Pada saat ini Anda boleh langsung
mengambil posisi sell dengan target di support terdekat dan stop loss di
resistance terdekat.
Ya… ya… sederhana memang, tapi
ingat: tidak selamanya skenarionya seperti ini. Terkadang bounce yang
terjadi gagal dan harga malah berbalik dan menembus MA dengan sadisnya. Itulah
sebabnya Anda perlu menempatkan stop loss. Nantinya, dengan
strategi ditambah manajemen resiko yang baik (akan dipelajari nanti pada level
yang lebih tinggi), strategi yang sederhana pun bisa menghasilkan profit yang
konsisten.
Nah, ada pengembangan dari penggunaan MA
sebagai entry point. Salah satu pengembangan yang populer adalah
mengkombinasikan dua buah MA di dalam satu grafik. Kombinasi yang cukup populer
adalah kombinasi SMA 20 dan SMA 50. Strategi ini kita sebut sebagai “double MA”.
Idenya adalah memanfaatkan celah yang
merupakan area di antara dua MA (apakah nanti Anda akan menggunakan SMA ataupun
EMA, sama saja. Hanya saja dalam contoh ini kami menggunakan SMA). Dari gambar
di atas Anda bisa melihat bahwa sell dilakukan ketika harga masuk ke dalam area
yang dimaksud.
Kalau Anda akan melakukan transaksi
dengan strategi double MA maka minimal dua kondisi berikut harus terpenuhi:
1. Kedua MA harus
memiliki arah kemiringan yang sama. Jika akan BUY, maka kemiringan kedua MA
harus ke atas (naik). Sebaliknya, jika akan SELL, maka kemiringan kedua MA
harus ke bawah (turun).
2. Harga sudah berada di
dalam celah yang merupakan area di antara dua MA.
Oke, Anda sudah tahu bahwa celah MA
tersebut bisa Anda manfaatkan untuk entry. Pertanyaannya kemudian adalah: kapan
persisnya Anda bisa buy atau sell?
Untuk sementara, Anda gunakan saja dulu
area tersebut. Jadi ketika harga masuk dan candlestick ditutup di area
tersebut, maka pada saat itulah Anda melakukan transaksi. Nantinya, akan ada
alat bantu tambahan yang bisa membantu Anda untuk menentukan timing kapan harus melakukan aksi. Itu akan
dipelajari di tingkat yang lebih lanjut. Stay tune!
Double MA Crossover
Perpotongan antara dua MA bisa Anda
jadikan sinyal atau indikasi awal bahwa tren akan berubah arah. Hal tersebut
juga bisa Anda pergunakan sebagai sinyal untuk entry.
Gambar di atas memperlihatkan SMA yang
diplot di grafik 1 jam-an. Sell dilakukan ketika kedua SMA itu berpotongan dari
atas kebawah dan buy dilakukan ketika terjadi perpotongan dari bawah ke atas
merupakan sinyalnya.
Perpotongan dua MA
tersebut juga bisa Anda manfaatkan sebagai exit point jika Anda seandainya
telah melakukan Buy berdasarkan strategi double MA sebelumnya. Jadi, selain
sebagai entry point, perpotongan dua MA juga bisa digunakan sebagai exit point.
Info di atas sebenarnya bisa menambah beberapa juta rupiah di daftar asset Anda. Belum tau caranya? Yup.. Salah satunya lewat trading forex.. belajar di sini aja, 100% gratis.Udah ahli tapi tidak berani trading besar-besaran karena pakai broker luar negri? Kalau broker lokal, komisi nya besar banget? Coba dulu di demo account dengan KOMISI TERMURAH! Coba rekomendasi demo accountnya disini ya:
0 komentar:
Posting Komentar